Saturday, 24 July 2010
To Melao (Tentang Cinta: Surat2an di Dinding)
Di Dinding muka bukuku, Melao menulis:
"Ucu, aku mencintai dia. Sejak lama sekali.
Besok dia menikah. Bukan denganku tentu.
Aku harus bahagia kan Cu?"
Aku membalasnya, bukan untuk menenangkan, tapi lebih seperti ucapan seorang teman yang berusaha bercakap dengan temannya. Dalam jarak jauh, dalam ungkapan yang seharusnya dan seperti yang biasa kuungkapkan pada seorang teman... :
"wah ini complicated mel. dan hal complicated selalu ada logika tumpang tindih untuk melalui dan menjawab pertanyaan2 yang datang dari sana...
Nangis aja dulu bila sedih, setelah itu kalau kau pikir berbahagia untuknya adalah hal yang mudah, cobalah. yang sulit adalah kalau dia pernah bareng denganmu, lalu dia pergi untuk bahagia dengan meninggalkan alasan yang tak masuk akal buatmu, lalu kau sedih karena terus bertanya2 pada takdir dan tuhan tentang hal ini "kenapa dia bahagia, dan aku nggak?"
Atau mungkin bisa dipilih juga Mel:
kau biarkan melulu kepalamu yang handle urusan ini, lalu saat kepala nggak tahan lagi biarkan emosi danperasaan yang mengambil alih. atau sebaliknya, emosi dan rasa dulu yang bisarkan melaju, lalu biarkan kepala menjadi sutradara yang memimpin tim dalam parade besarmu 'tentang dia'.
Tapi ada satu kata yang baik bila diucapkan sebagai nasehat meski belum tentu bagus untuk dieksekusi: maafkan... lalu mulai berpindah haluan. kita manusia, mel.. bukan sungai atau gunung, bukan pohon atau rel kereta... yang tak bisa move on ke lain tempat karena memang begitu seharusnya dia.
Ada banyak langit. ada banyak musim panas bermatahari terang. ada banyak cahaya dan bintang-bintang. kita mempesona, dan kata si cristina aguilerra, 'you are beautiful no matter what they say.."
kamu indah... dan itu adalah anugerah.
smile, melao
dont melow
:p
*ucu rabuabu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment