Saturday, 31 July 2010

Dancing With My Soul In Aceh..


bau kopi ini selalu enak, harum yang mengepul membawa jiwa-jiwa di dalam, melayang naik dan menari pelan. dengan chaotic, dengan lembut, dengan sederhana, dengan sepi yang teranyam dari suasana-suasana. aceh kini aku kembali lagi..

duduk menyandar di kursi merah di warung kopi De Helsinki, ini seperti minggu pagi yang lain di jakarta. dari pemandangan di dalam, aku berasa kayak lagi ada di kemang, atau bisa juga membayangkan seperti sedang ngopi di deretan kafe-kafean di barisan jalan tebet utara, atau lebih sederhananya, kayak lagi nongkrong di kedai bu bambang di utan kayu, dekat rumah kontrakanku...

banyak orang yang nongkrong, ada lagu 'aisheteru' dari entah band apa yang kulupa namanya, kursi-kursi plastik warna merah yang berjajar di dalam ruangan, air-air panas yang mendidih dalam tem segi empat dengan teko besi bundar yang di atasnya selalu tertangkup saringan biji kopi, dan tentu saja tangan-tangan itu... tangan abang-abang barista aceh yang tegap bergerak tangkas, lihai meracik biji-biji harum hitam kopi menjadi minuman cair berbau surga di minggu pagi. inilah De Helsinki...

"lima ratusan kursi disebar, dan masih banyak yang belum dapat duduk, waktu itu." bang yan mengenang ketika kafenya pertama kali dibuka awal tahun 2008. "De Helsinki.., dinamai demikian lebih karena waktu itu kita ingin semua orang bisa berkumpul di sini, mau gam, mau nkri. semua bisa sama-sama berada. dulu yang kerja-nya 18 orang, sekarang tinggal 8 saja. banyak sekali warung kopi buka, saat ini. makanya saya menyediakan fasilitas internet gratis juga. saya ni salah satu orang aceh yang bukan asli orang ulee kareng tapi tetap berani buka warung kopi juga. di sini kebanyakan yang buka warung kopi selalu orang ulee kareng," ucapnya.

tanpa harus mengetikkan password, akses internet bisa langsung terkoneksi di warung kopi berwarna dominan merah ini. laptop-laptop terbuka dengan pemilik yang 'bertampang' seperti wartawan (hehe, emang ada tampang wartawan? ;p) atau mahasiswa, menjadi pemadangan lazim di de helsinki ini. pada malam minggu, parkiran mobil warung ini selalu penuh. and me... sejak kembali menginjakkan kaki di aceh lagi tanggal 29 juli kemarin, langsung berasa jatuh cinta sama rasa roti berisi selai srikaya yang jadi teman ngopi di sini. selalu ituyang jadi pilihanku.

vivian ajak aku and nina buat bantuin program putar film anak dan ngisi workshop pembuatan film (tentunya juga) untuk anak-anak, utamanya anak di derah yang kena dampak parah setelah tsunami. di lamjabat - meuraksa, atau yang lebih dikenal sama orang sini dengan daerah uleelheu kemarin workshop itu udah digelar, semalam setelah pemutaran layar tancep, kita langsung cabut ke banda aceh. ada konser lila dan seventeen. dan aku emang pengen tahu banget bagaimana anak muda sini hidup dan bikin deal dengan syariah islam ini.

kita telat, pas sampai stadion harapan bangsa, lagu lila terakhir sedang dilantunkan. jam 10.45 kita sampai. meski crowd udah nggak gitu sesak, tapi jelas kelihatan kalau antusiasme itu menempel di sini. di stadion itu. musik yang bikin 'loncat', lagu yang menggebrak, gairah anak-anak muda yang sama dimanapun itu di seluruh penjuru dunia. yang jadi ciri khasnya: di sini pintu masuk mereka dipisah, dibedain antara yang cewek dan yang cowok, meski pada akhirnya yang terjadi di lapangan..., teteup aja mereka nyampur juga. dengan crowd lelaki yang selalu berada di tempat terdepan. dengan gaya yang selalu sama dengan anak-anak muda dimanapun di penjuru dunia: loncat-loncat jejingkrakan, ngelambain tangan, disiram air ditengah kehebohan, dan semanagt muda itu berkilauan dibawah siraman cahaya ribuan watt dari atas panggung dimana rock star menggelasr aksinya yang (menurut mereka - para anak muda itu) keren...

aku di sini
sendiri saja
melihat semua yang sedang bergerak tumbuh di aceh ini dengan pandangan mata seorang stranger yang mengamati dengan usaha untuk mengerti. usaha untuk paham saat sekelompok anak muda cowok, di depan stadion, ketika aku, vivian dan nina melewati mereka tanpa kerudung, berteriak-teriak dengan nada cemooh yang jelas:
"woy!!! jangan cuma buka rambut atas! rambut bawah juga!"
"ayam kampung!"
dan lain-lain komentar yang sebangsa itu.

inikah aceh?

sekarang rasanya lebih baik aku menari saja.. sendirian...
meluangkan waktu mencari nada-nada untuk mengkhidmatkan jiwa
berusaha berdialog dengan dia

sambil memperhatikan teman seperjalanan
sambil memperhatikan situasi dan eloknya alam
sambil memahami arti bau kopi, indahnya biru laut lampu'uk, serta getar-getar yang datang dari tarikan ombak yang menggulung di pantai pasir putih. ombak yang pecah sebelum tiba di bibir pantai yang berubah menjadi buih..

saya hanyalah salah satu buih
yang awalnya adalah anak gelombang
lalu menyemak putih di bibir pantai sebelum hilang

sebelum tiba saat untuk hilang...

(for now, i'm dancing with my soul, here...)

No comments:

Post a Comment