Wednesday, 29 September 2010

Floating in The Universe




Hari ini rasanya seperti melayang sendirian di galaksi. Tak ada penyangga. Seperti bulan yang sering aku liat sendirian malam-malam. Beginikah rasanya sendiri? Bulan pasti sangat paham.

Sepagi ini telah berusaha meraih dan memeluk seorang teman untuk mendiskusikan satu hal. Pada akhir perbincangan, dalam opiniku, dia memutus tak berada bersamaku. Kami ta sepaham. Semalam akujuga menelpon kembali seseorang dari masa lau, hanya karena aku betul-betul sepi dan sedih atas semua perkara yang terjadi belakangan di Jakarta sini.

Tapi siapa siyh yang mau perduli sama FPI? Siapa juga yang mau perduli sama pertengkaran para preman yang bikin panik warga nggak jauh dari lingkungan tempatku tinggal? Siapa juga yang mau perduli sama aku? Semua perkara dan pikiran yang bergentayang di kepalaku? Perkara-perkara yang bagi sebagian orang mungkin memang tak perlu diperdulikan...

Hhhh… sayangnya, dengan cara yang ganjil, perkara-perkara itu berhasil membenamkanmu hari-hari belakangan ini, membetot pikiran dan halus dia bergerak masuk mengambil ruang dalam rongga-rongga perasaan, mengepung kondisi di sekitar yang amat dekat konteksnya dengan kehidupan aku belakangan.

Yak! Kalau saja teman-temanku para gay dan lesbian serta waria nggak diancam dibakar dan selama Qfilmfest ini beberapa di antara mereka terus-terusan diteror dengan aneka tindakan kekerasan, kalau saja pendeta itu tak ditusuk ketika hendak menjalankan ibadah di gerejanya di ciketing sana dan beberapa jemaatnya dengan sengaja dilukai juga, atau kalau saja tak ada orang mati di pinggir jalan raya ampera dan polisi ada tapi membiarkannya begitu saja bagai orang tersebut baginya bukan salah satu anggota masayarakat yang harus dia jaga, dan kalau saja kalau saja lainnya yang bikin ngeri dan sedih aku sebagai manusia tak terjadi begitu dekat di sekitar, aku mungkin juga nggak ‘tak tersentuh’.

Tapi peristiwa-peristiwa itu memiliki tangan,
dan tangan-tangannya melakukan sentuhan-sentuhan yang tak kelihatan.
Pikiranku terambil, perasaanku terpeluk…. Ada entah dimana, sel-sel dalam tubuh ini yang selalu memikirkan perkara itu.

Tapi pertanyaannya: kenapa peritistiwa-peristiwa busuk itu memilihku? Kenapa mereka menggangguku dan membuatku perduli? Siapa juga sebenarnya yang sudi untuk peduli? Untuk apa aku perduli? Kenapa juga aku perduli? Faaakkk!!! [hela nafas panjang...]

Hanya saja pertanyaannnya - tepatnya pertanyaanku pada diriku sendiri: kenapa harus ada waktu-waktu itu? Waktu ketika suatu hari aku melihat peristiwa itu di jalan dekat megaria dan gravitasi seolah pergi saja... Menahanku tuk tak bergeming hingga cuma mampu menatap terpana pada sekelompak anak mahasiswa muda Sekolah Tinggi Teologia yang berjajar sambil beropini dalam spanduk dan flyer-poster mereka sambil sesekali membaca doa Rosaria, menentang pembakaran quran di amerika… kenapa harus ada teriakan-teriakan mengutuk sesama yang berbeda orientasi seksual yang digelegarkan dengan begitu keras di jalan-jalan sambil tak menganggap mereka sebagai manusia dan aku menjadi geram karenanya? Kenapa harus ada, masanya di saat aku merasa begitu lumpuh menyaksikan bapak presiden kita diam saja melihat segalanya dan malah mengeluarkan beberapa keputusan yang cuma jadi jalan sebagai cara untuk cari aman?

Kenapa harus ada rasa yang tersuruk di dekat jantung sini melihat semua kegiatan dan hal itu berlangsung dan terus berlangusng, terjadi dan terjadi lagi tanpa ada henti, kekekerasan demi kekerasan, kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang bikin sedih hati ini karena tak pernah ada penyelesaian untuk perkara tersebut di negeri ini.

Semua waktu dan momen-momen itu... beberapa di antaranya ada yang mampu memompa darah dan membuatnya mengalirkan bulir-bulir airmata keluar tanpa aku kehendak? Kenapa melankoli, sedih, serta perasaan-perasaan tak ringan itu harus datang dan hinggap di pohon kehidupanku?

Rasanya seperti mengapung di universe sendirian, ketika kau merasa terasing dan ganjil dengan semua yang terjadi, perduli pada hal-hal itu entah karena apa, lantas kau bicara tentang apa yang kau pikirkan dan perasaan yang menjalar karenanya pada teman-temanmu, tapi mereka seolah tak di sana mendengarmu melainkan cuma seperti menjelma tembok besar yang tak juga tak perduli pada perkara-perkara yang kau utarakan.

Asing
Datar
Tak dikenal
Seperti hampa mengapung sendirian...


Yup!
Aku sendirian.
Kali ini merasa tak punya teman.

Ganjil dan asing dengan perasaan yang berkecamuk karena perkara yang sedih dan jahat serta mengerikan sedang terjadi terus-terusan dan sepertinya akan terus terjadi setiap harinya di lingkungan tempat aku hidup di sini… Semuanya begitu mengerikan. Begitu tak terbantahkan. Begitu nyata terjadi di depan mata. Tapi cuma sedikit saja yang bisa aku perbuat dan lakukan.

Aku merasa seperti mengapung di universe sendirian, sekarang.


No comments:

Post a Comment